Tiga Monyet Bijak
Pada musim semi ini ada dua grup karakter yang terinpirasi dari Tiga Monyet Bijak. Mereka adalah Wiseman dari seri Last Period dan Aradama dari Toji no Miko.
“JANGAN melihat kejahatan, jangan dengar hal yang jahat, jangan berbicara jahat” (See no evil, hear no evil, speak no evil) adalah sebuah pepatah yang berasal dari Jepang. Disimbolkan dengan tiga monyet bernama Kikazaru, Iwazaru dan Mizaru. Monyet dipilih karena dalam bahasa Jepang, imbuhan negatif “zaru” bunyinya mirip dengan “saru” (kera).
Pepatah ini diyakini berasal dari Tiongkok dalam ajaran filosofi Budha-Tendai. Kemudian melalui proses akulturasi dan penyederhanaan, agama Shinto memperkenalkan versi tiga monyet bijak. Para monyet ini menutup mata untuk tidak melihat kejahatan, menutup telinga untuk tidak mendengar hal jahat, dan menutup mulut untuk tidak berbicara jahat.
Versi Anime
Dalam Last Period, grup Wiseman menggunakan nama yang sama dengan para monyet bijak. Desain mereka dengan cerdas mencerminkan referensi tiga monyet bijak. Headphone untuk menutup telinga, masker untuk menutup mulut dan topi tidur hingga menutup mata. Mereka kebagian peran antagonis. Namun karena ini lebih mengarah komedi, kejahatannya justru menjadi comic relief.
Toji no Miko bagian kedua memperkenalkan musuh baru yang merupakan pecahan aradama putri Tagitsu, yaitu putri Takiri dan putri Ichikishima. Para aradama ini memiliki wujud manusia dengan kulit putih pucat. Di bagian wajah ada tangan berwujud aradama yang masing-masing menutupi mata, telinga dan mulut. Hanya penutup telinga putri Tagitsu yang kurang jelas karena terhalang rambut.
Makna Pepatah
Kalimat pepatah ini sederhana dan bermakna sesuai yang diutarakan. Ambilah contoh pada musibah yang baru-baru ini terjadi di Surabaya dan sekitarnya. Di media sosial banyak yang ikut-ikutan posting foto korban yang secara aturan jurnalistik sudah tidak etis. Maka janganlah melihat hal yang di luar kepatutan norma sosial.
Tentunya juga ada postingan atau pembicaraan yang menyudutkan salah satu pihak atau bahkan bernada apatis. Tidak semuanya benar saat semua mulut warga berusaha bicara. Janganlah mendengar hal jahat apalagi yang belum tentu kebenarannya.
Lalu yang paling akhir, tetap berhati-hati saat berbicara. Tidaklah perlu mengeluarkan makian. Terutama dalam konteks media sosial yang mudah untuk membicarakan. Tidak perlu ikut menyebarkan dan membicarakan hal-hal di luar kepatutan.