Majo no Tabitabi – Si Pengelana Narsis nan Egois
Elaina bercita-cita menjadi pengelana karena sangat suka buku tentang petualangan Nike. Selama petualangan dia melihat indah dan buruknya dunia.
Ulasan ini sebelumnya telah ditulis untuk AMH Magz #39, terbit Desember 2020 lalu. Unduh majalahnya di sini.
Elaina sejak masih kecil sangat menyukai buku petualangan Nike. Buku ini memotivasi dirinya untuk menjadi pengelana. Tapi tentu saja ibunya memberi syarat Elaina harus menjadi penyihir seperti Nike. Setelah menginjak remaja, dengan bakat dan kerja kerasnya Elaina lulus penjadi Apprentice Witch yang berhak untuk mendapat didikan lebih lanjut dari penyihir senior.
Jalannya mendapat guru tidak mulus. Karena para senior merasa tidak mampu atau enggan ada penyihir muda yang kemampuannya dikenal di penjuru kota. Dia akhirnya bertemu Fran setelah tak sengaja mencuri dengar pembicaraan orang tuanya tentang penyihir dari luar kerajaan yang sedang berkunjung ke kota.
Guru yang aneh ini tidak langsung mengajari Elaina. Setelah susah payah melewati ujian dan mendapat wejangan, setahun kemudian Elaina lulus menjadi penyihir. Dia mendapat gelar Ashen Witch karena rambutnya berwarna abu-abu.
Dengan ini Elaina berhasil menjalankan syarat yang diberikan ibunya. Tak lama setelahnya Elaina memulai persiapan untuk berangkat berkelana. Meski ayahnya sedih, kedua orang tua Elaina melepas dengan senyuman.
Tebar Kontroversi
Elaina adalah karakter paling kontroversial yang adaptasi animenya tayang pada musim gugur tahun ini. Penyebabnya sepele. Ini karena penonton kurang memperhatikan detail yang sangat jelas ditampilkan pada episode perdana. Yaitu tiga janji yang harus dipenuhi Elaina kepada ibunya.
Pertama, selama mengembara Elaina adalah orang biasa. Jangan pernah merasa spesial. Kalimat ini saja sudah sangat jelas. Elaina bukan pahlawan. Juga bukan polisi yang keliling patroli sambil menyelesaikan permasalahan warga. Tidak ada salahnya bila Elaina mengabaikan orang yang tertimpa masalah. Apalagi bila orang tersebut sama sekali tidak minta tolong. Di sini perlu ditekankan, Elaina tetap mau membantu selama orang minta tolong dan memberikan imbal jasa.
Kedua, lari kalau situasi sudah mengancam keselamatan. Lagi-lagi kalimatnya sudah jelas. Elaina tidak bisa mengembara kalau meninggal atau terluka. Tapi tidak terbatas pada hal itu, Elaina juga harus berusaha tidak tersandung dengan hukum. Memang dalam dunia Elaina tidak dijelaskan secara detail hingga episode keenam. Yaitu adanya Asosiasi Penyihir yang bertindak untuk mengatasi masalah berkaitan dengan penyalahgunaan sihir.
Ketiga, pulang kampung dan menulis buku harian cerita perjalanan. Secara tidak langsung ini memperkuat syarat kedua untuk tetap bertahan hidup.
Elaina adalah penyihir yang masih hijau. Merasa bisa segalanya. Bila diibaratkan dia seperti penggemar militer, suka hal-hal berkaitan dengan senjata, mampu mengoperasikan senjata tapi tidak ada pengalaman sama sekali di medan perang.
Penyihir di dunia Elaina rata-rata juga memiliki masalah kepribadian. Karena masyarakat dunia tersebut memiliki hierarki berdasarkan kekuatan sihir yang dimiliki. Tak jarang orang yang posisinya di atas piramida ada sifat angkuh. Elaina pun termasuk.
Penulis LN memasukkan unsur shoujo ai sebagai salah satu elemen humor. Sejak Elaina berkenalan dengan Saya, penonton bisa melihat bermacammacam ekspresi saat Saya berusaha nempel dengan penyihir berambut abu-abu tersebut.
Perjalanan Elaina tidak selalu dipenuhi dengan hal yang menyenangkan. Ada suatu waktu dia melihat tragedi. Tapi karena posisinya sebagai pengelana dan pihak yang terlibat tragedi ada yang tidak minta tolong, dia seringnya hanya bisa melihat. Intinya anime ini memang bukan ditonton bersama keluarga yang masih ada adik-adik berumur 15 tahun kurang. Khawatirnya malah bikin bingung atau shock.
Mengesampingkan hal yang kontroversial di dalam kisah Majo no Tabitabi, staff studio C2C sudah berusaha menampilkan dunia sihir fantasi era medieval dengan cantik. Visual latar bening dan banyak yang bisa potongan wallpaper komputer maupun smarphone bila kalian suka dengan pemandangan. Animasi karakter konsister bersih dan kualitas terjaga. Mimik karakter pun bisa menyesuaikan. Bila suasana memang sedang riang dan disisipkan komedi, ditampilkan ekspresi yang komikal. Atmosfer suasana serius pun ikut menyesuaikan.
Adaptasi anime tidak runut mengikuti bab yang terbit dari LN. Tidak menjadi masalah karena formatnya yang episodik atau berdiri sendiri. Bab yang dipilih terkesan acak atau mungkin dipilih berdasarkan kesukaan sutradara. Meski begitu ada hal yang tidak bisa ditonton secara acak. Utamanya perkenalan karakter yang bakal ditemui Elaina berulang kali seperti Saya.
Hal yang kurang dijelaskan dalam anime terkait dengan dunia tempat tinggal Elaina secara keseluruhan. Memang wajar karena LN seri ini masih berlanjut. Tapi hal sederhana seperti negara/kerajaan, rute yang dilalui maupun luasan dunia kurang dideskripsikan dengan baik. Seolah-olah antar kerajaan tidak memiliki hubungan diplomatis atau terpisah jarak yang jauh. Elaina pun sangat jarang menarik peta dari tas untuk menandai kerajaan mana saja yang telah dikunjungi. Sehingga penonton hanya bisa mengira-ngira. Walau begitu ini juga memberi keuntungan bagi penulis untuk melanjutkan karyanya selama laku dengan menambahkan berbagai kerajaan baru tanpa terpaku daftar awal yang sudah dikunjungi Nike.
Pertanyaan terbesar, untuk siapa anime ini diproduksi? Tentunya bukan untuk penonton yang mencari kisah selingan santai. Beberapa kejadian kelam bisa merusak mood penonton yang ingin santai. Majo no Tabitabi lebih cocok penonton yang ingin melihat petualangan apa adanya. Kepribadian Elaina memang jauh dari sempurna. Dia bukanlah santo yang menolong siapapun secara cuma-cuma. Tapi justru karena banyaknya kelemahan Elaina, penonton bisa melihat karakter ini layaknya manusia.