The Day I Became a God Menjadi Kebakaran Tong Sampah

The Day I Became a God adalah anime original garapan studio P.A. Works dengan naskah dari Jun Maeda. Saat ini banyak penonton/warganet di Jepang maupun luar yang mengungkapkan kekecewaan dengan episode terbaru.

PERHATIAN! INI ADALAH TULISAN OPINI.

Premis cerita The Day I Became a God saat masa promosi sebelum tayang adalah tentang akhir dunia. Suatu hari gadis misterius bernama Hina muncul di hadapan Youta. Dia mengaku sebagai “tuhan” dan menyatakan dunia bakal berakhir dalam 30 hari. Dia pun menghabiskan waktu dengan Youta dkk selama libur musim panas agar sisa waktu tidak disia-siakan dan diisi dengan memori yang membahagiakan.

Saat tayang memang hingga episode kedelapan banyak diisi kegiatan yang menyenangkan. Sembari diselingi kegiatan orang dan perusahaan misterius yang sedang mencari sesuatu.

Kemudian terungkap pada episode kesembilan di dalam otak Hina ada chip quantum yang membantu mengatasi masalah penyakit misterius Logos Syndrome. Penyakit ini tidak ada di dunia nyata. Seperti dalam kisah Clannad yang Nagisa tiba-tiba mulai melemah lalu meninggal usai melahirkan Ushio. Logos Syndrome menyebabkan tubuh lumpuh. Chip quantum tersebut membantu menggantikan fungsi otak yang digerogoti penyakit sekaligus mendapat efek tambahan lain bagi pengguna.

Gambaran di anime, Hina seperti memiliki kekuatan Neo dari Matrix yang sudah terbangun kekuatannya. Meski tidak diperlihatkan mampu memanipulasi data, dia mampu memproses data dalam jumlah besar dalam waktu yang singkat. Hina juga selalu terkoneksi dengan internet memudahkan dia mendapat informasi apapun bahkan yang terproteksi dengan password kuat. Sehingga seolah-olah dia menjadi maha tahu (omniscience). Beberapa yang diperlihatkan pada awal episode adalah meramal cuaca dan kuda balap pemenang dengan sangat akurat.

Singkat cerita, pemerintah yang berhasil melacak Hina merasa chip tersebut belum siap untuk dunia kini. Mereka khawatir disalahgunakan. Pemerintah melalui agen “MIB” menjemput paksa Hina untuk kemudian dioperasi dan mengambil chip tersebut. Resiko yang dikhawatirkan saat itu bakal menewaskan Hina. Meski akhirnya berhasil diambil tanpa menghilangkan nyawa Hina. Bagi gadis ini, dunianya sudah kiamat. Entah apakah Youta bisa mengembalikan kondisi Hina tanpa melalui mekanisme deus ex machina.

Inilah episode titik balik saat para penonton mengeluhkan kualitas cerita. Hal ini bisa dilihat pada rating Nico Nico yang mulai turun. Di layanan streaming Nico Nico ada pada pilihan posisi satu artinya sangat bagus dan nomor lima sangat jelek. Bila suatu acara mendapat penilaian rating sangat bagus kurang dari 50%, sudah bisa diasumsikan acara tersebut tidak menarik di mata sebagian besar penonton. Contoh tangkapan layar episode 10 menunjukkan hanya 46.6% yang menyatakan sangat bagus.

Lalu dibandingkan dengan episode 1-8 ada yang menembus 70%. Saya pun merasa cukup terhibur terutama saat membuat film demi menarik perhatian Izanami dan turnamen mahjong. Tidak ada tanda-tanda perbaikan di episode 11.

Hal ini juga membawa petaka bagi akun Twitter Jun Maeda. Baru-baru ini dia menutup akunnya karena diperkirakan mendapat kritikan tajam dari penonton. Tidak sempat ditangkap layar cuitan mana yang kira-kira memaksa Jun Maeda menutup akunnya.

Saat masih ada.

Jun Maeda tutup akun.

Nama Jun Maeda memang sering dikaitkan dengan seri sedih berkat keberhasilan adapatasi VN Clannad oleh Kyoto Animation. Bedanya Clannad diadaptasi sebanyak 50+ episode. Sehingga banyak ruang untuk membangun keterkaitan emosi dengan karakter. Sayangnya pada seri Angel Beats dan Charlotte makin nampak Jun Maeda tidak mampu menulis naskah untuk menjadi format 12 episode. Memang ada yang memuji Angel Beats dan Charlotte. Tapi kontroversi muncul karena penonton yang sudah berpengalaman merasa plot keduanya terlalu buru-buru menjelang akhir.

Paling menyedihkan, Jun Maeda melalui wawancara menyatakan naskah The Day I Became a God disiapkan hampir satu setengah tahun. Itu pun telah melalui berbagai revisi. Dia percaya episode terakhir bakal membuat penonton menangis.

Tampaknya dia justru membuat marah penggemar gadis cilik. Sudah menjadi rahasia umum di Jepang banyak yang suka gadis cilik. Postur Hina yang kecil, bahkan dia saat episode festival berusaha menarik perhatian pria lain dengan menyatakan kelebihannya sebagai gadis cilik yang masih muda.

Bayangkan bila gadis cilik yang sebelumnya ceria dan menikmati kesehariannya, balik lagi menjadi lumpuh. Terlebih lagi cacatnya diakibatkan oleh pemerintah yang ketakutan potensi chip quantum di otak Hina. Pemerintah memang kadang melakukan berbagai upaya bahkan hingga melanggar hukum di balik layar demi melindungi kepentingan umum. Kisah seperti ini sudah umum di film. Biasanya kepala negara tidak tahu kalau ada agen rahasia yang bergerak sendiri. Tapi dengan menjadikan gadis tak berdosa kembali cacat dalam tempo cerita sangat kencang, membuat penonton merasa terusik.

Dengan kondisi seperti ini, saya tidak yakin ending di episode 12 bakal memuaskan penonton. Perkembangan cerita sudah terjun bebas mulai episode 9.